tarian (R)-ketamin

01.58

“Namun seorang ahli kimia dapat mengendalikan reaksi sekedarnya dengan memilih secara tepat reagensia dan kondisi reaksi” begitulah kalimat terakhir yang mampu kubaca, tertutuplah buku fessenden, dan terberbaringlah aku menatap jutaan bintang menari berselambu awan hitam seolah mendukung tertutupnya mataku. Mungkinkah perjalanan hidupku bagaikan perjalanan sebuah karbon, yah sebuah karbon. Satu dari seratus delapan belas unsur yang mampu menarik hatiku, unik, reaktif, menarik, penuh kejutan begitulah. Bagiku angan bukanlah sekedar angan, bagiku angan adalah kesempatan besar dalam menjadikannya kenyataan. Angin mengalir, doa terucap, mata terpejam mengalir bersama malam.
            Oksigen menari-nari menjemput langkah kaki menuntut ilmu di pagi hari.  Menyapa pasangan hidrogen dan oksigen sangat menyegarkan, membuat aku siap menghadapi apapun yang terjadi. “Brrmm,,,brrmm,,,” suara motorku bersemangat mendukung aktivitasku hari ini. Sepuluh menit berlalu dan sampailah aku disebuah tempat penuh ilmu bernama Farchem University. Farchem University adalah Universitas farmasi kimia ternama di kota Batu. Sekarung emaspun tak mampu membayar pejakan kaki ditempat ini, hanya manusia berotak yang bisa menambang ilmu disini. Sebelumnya kenalkan namaku Uchi seorang mahasiswa farmasi dengan sejuta imaginasi.
            Bunyi sepatu menemani langkahku menuju laboratorium kimia organik, tapi aku lebih suka memanggilnya istana karbon karena seluk beluk karbon di pelajari disini. Memasuki istana karbon tak semudah memasuki rumah, dibutuhkan suatu tiket masuk berupa jurnal kimia untuk dapat menikmati pengalaman praktikum disini. Semua syarat dan ketentuan telah kusiapkan, hanya tinggal menunggu istana terbuka tepat pukul 08.00 dan sekarang masih pukul 07.15. Tentu saja tak semudah itu aku membuang waktu untuk menunggu, seperti biasa aku sengaja datang lebih pagi karena aku harus menitipkan dagangan kue dan yougurtku di kantin laboratorium-laboratorium. Semua ini kulakukan agar suatu saat aku dapat melakukan sebuah penelitian dengan uangku sendiri. Limabelas menit berlalu dan selesai sudah pekerjaanku. Tersenyum, melangkah kedepan, dan berhenti didepan sebuah laboratorium pusat penelitian. Mahasiswa-mahasiswa intelek memenuhi laboratorium ini membuat sebuah kalimat muncul dalam hatiku “Tunggu aku penelitian, aku pasti bisa menyusul kalian”.
Tiba-tiba “PYAARRR” bunyi pecahan tabung reaksi mengalihkan pandangan mataku. Terlihat laki-laki dengan jas lab dan kacamata membereskannya, tepat sekali kak Aga begitu aku memanggilnya. Bukan memanggil, tapi menyebut tepatnya, seorang ternama dikampus ini siapa yang tak kenal. Puluhan penelitiannya mengharumkan Farchem dan ratusan mahasiswa mengantri berharap satu tim dengannya. Sudah lebih dari 1 bulan kak Aga terlihat gelisah dengan penelitiannya, mundurpun tidak, maju tak berbuah, begitu aku menangkap apa yang dia rasakan. Jurang terpampang lebar didepan mata untuk bisa mengenal dan membantunya, “semangat kak” kataku dalam hati sembari meninggalkan pusat penelitian menuju kelas pertamaku.
            “Hari ini praktikum distilasi fraksional, ambil alat dan bahan, lakukan dengan benar, hati-hati karena alatnya mahal, saya yakin kalian telah mempelajari prosedurnya di rumah, waktu lima jam dari sekarang, laporan dikumpulkan didepan, baru kalian boleh meninggalkan ruangan”. Mengingat lima jam bukanlah waktu yang lama untuk sebuah praktikum, tanpa komentar kukerjakan semua instruksi asisten lab penuh semangat. Campuran beberapa komponen hidrokarbon dalam bensin premix harus berpisah melalui proses ini, atom karbon paling murni dengan titik terendah akan menempati fraksi teratas begitu pula sebaliknya, sangat unik memang kehidupan atom karbon, bisa bercampur dan berpisah dengan seribu kemungkinan, menyenangkan. Laporan kukumpulkan, akupun bergegas meninggalkan ruangan seperti teman-teman lainnya.
            Selembar kertas tak bernyawa terjatuh dari tumpukan bukunya, buku-buku kak Aga. Bagaikan kilat dia menghilang begitu cepat, sementara aku terdiam mematung melihatnya, tak mampu mengeluarkan satu katapun untuk memberi tahu kertasnya terjatuh. Tanpa alasan apapun kuambil kertas itu. Rentetan reaksi karbon menghiasi kertas penuh coretan. Berusaha memahami setiap reaksi untuk memecahkan sebuah misteri. Apakah ini yang membuat matahari tak tersenyum lebih dari sebulan? Sebuah tantangan besar membuat rasa laparku hilang, kantin kini menjadi prioritas terakhir dalam otakku. Betul sekali, perpustakaan prioritas pertamaku siang ini.
Berulang-ulang mataku menyapu lembaran kertas itu, sama sekali tak ada kesalahan pada reaksinya. Setiap atom berpasangan secara tepat dengan atom lainnya, ikatannya senada dengan hukum-hukum kimia yang mengaturnya, sempurna, then what the problem1? Kalau tukang tambal ban mampu menemukan lubang pada hitamnya sebuah ban, kenapa aku tidak bisa menemukan satu kesalahan pada selembar kertas? Belajar dari ketelitian tukang tambal ban, akupun mulai menulis, menggambar, membayangkan, dan menebak semua reaksi yang mungkin terjadi hingga aku terhenti pada sebuah gambar unik penuh arti. Gambar sebuah senyawa terpenting pada kertas ini. Ketamine, tepat sekali ketamine. Sebenarnya bukan ketamine yang menarik, tapi atom karbon pada ketamine. Bukan sembarang atom karbon biasa, ini atom karbon kiral, atom karbon denfan 4 gugus berlainan. Molekul kiral selalu mempunyai molekul bayangan cerminnya, kedua senyawa ini bukan satu senyawa tetapi dua senyawa yang berlainan, sepasang steroisomer yang disebut enantiomer.
Goresan pena terus berjalan menjelajah hamparan kertas, atom-atom menari dalam irama imaginasi. (R)-Ketamine, terjawab sudah nama molekul ini. Kalau (R)-Ketamine adalah pemeran utama sekaligus masalah dalam misteri ini, tak salah lagi saudara kembarnyalah jawabannya. Aku tidak tahu pasti efek apa yang ditimbulkan saudara kembar ini, tapi aku terus berlari sekuat ikatan hidrogen menuju pusat penelitian. Sesepi senja, hanya aku berdiri sendiri menatap semua kemungkinan dalam lab ini. “Kak Aga seandainya kau tahu, aku hanya ingin matahari tersenyum kembali melihat penelitianmu tak terhenti”. Kuletakkan kertas itu dan kuputar langkah kaki meninggalkan secuil kenangan pada tempat ini.
Gugurnya daun-daun seiring dengan bergantinya hari. Akhir pekan menjemput ujung minggu penuh misteri. Sudah lama tak kulihat bapak berbaju orange mengunjungi rumahku. Kuterima sepucuk surat dimana ada namaku disana. Di era globalisasi seperti ini, baru pertama kalinya aku mendapat surat tahun ini. Tanpa pengirim? Hmm aneh sekali. 
“Sejuta kesibukan tak mampu membuka mataku selama berminggu-minggu, melupakan kehidupan atom bernama karbon adalah pengalaman paling buruk sepanjang pekanku.
 Hai seseorang yang terakhir kulihat meninggalkan kertas diatas mejaku, terimakasih telah mempertemukanku dengan (S)-ketamine. Ketamine ini aneh sekali, seharusnya efek terbesarnya anestesi tapi mengapa halusinasi? Bodohnya aku melupakan arti dari sebuah imaginasi, melupakan sedikit teori tentang isometri, melupakan bahwa ketamine bukanlah sekedar ketamine, melupakan adanya (R)-ketamine dan (S)-ketamine. Aku melupakan dan ditertawakan jutaan atom karbon atas kelalaianku. Namun kutemukan satu karbon yang tersenyum dan menjawab misteriku. Nona karbon maukah kau melanjutkan penelitian ini denganku untuk dunia?”.

***selesai***


cerpen di atas merupakan yang ku ikutkan ajang kimia kompetition blogie,,,namun kalah hehehehe,,,sengaja aku posting buat pembuktian rasa cintaku terhadap kimia tulus dan totalitas banget,,mau menang ataupun ga menang hehehe !! have a nice reading :DD 
tapi taun depan janji pasti uchi bakalan menang :DD

You Might Also Like

0 komentar