Teater ini berkontribusi terhadap alasan mengapa saya dipanggil Prof. Djanggan minggu ini. Tidak menghadiri rapat karena memilih menghabiskan malam bersama teater. Acara ini tidak terencana, saya selalu menyukai bagaimana sahabat saya Ani mengubah agenda saya tiba-tiba. Hampir 7 tahun saya tidak menikmati dan mempelajari teater. Berbeda dengan Ani, dimana dia memberikan malam-malamnya untuk menikmati beberapa teater di kampusnya. Maret, 2017, Ani mengenalkan saya kepada dunia teater kembali. Acara teater ini kecil dan sederhana, memadukan konsep modern-tradisional, melingkupi seluruh kalangan, agama, dan usia. Teater ini dibagi menjadi 3 season (teater muda, teater pandu, dan teater goeboeg), tentu saja kami menunggu teater pandu, teater SMA kita berdua. Saya memutuskan berangkat terlebih dahulu, tidak memerlukan waktu lama karena gedung kesenian teater berlangsung sangat dekat dengan rumah saya, tidak biasanya ada bapak parkir disana, saya menitipkan motor saya, menelusuri jalan penuh obor dan memasuki gedung pertunjukkan, tidak perlu menunjukkan tiket, karena pemerintah Kota Batu telah membayar pertunjukan mahal ini untuk seluruh penonton.
Penampakan Luar Gedung Teater |
jalanan penuh obor menuju Gedung Teater |
suasana pembukaan gedung teater |
konsep modern-tradisional |
Begitu memasuki gedung, saya disambut dengan musik pembukaan, tikar-tikar penuh penonton, dan dua sisi panggung, karena saya terlambat 30 menit, saya mendapatkan tempat duduk paling depan untuk panggung satu sekaligus paling belakang untuk panggung kedua. Saya sangat menikmati, suasana di dalam gedung teater, semua lampu dimatikan, hanya ada penerang untuk pemain-pemain di atas panggung. Tepat pertama kali lampu dinyalakan, Ani datang menghampiri saya, beruntung sekali Ani karena dapat menemukan saya dengan mudah. Lampu kembali padam, dan teater pertama di mulai. Teater ini mengisahkan tentang Roro Jonggrang, hohow, saya merasa judul itu familiar ditelinga saya, namun pikiran saya tidak menemukan satu memori-pun tentangnya. Ani menjelaskan, itu tentang sejarah bagaimana terbentuknya Candi Prambanan, Kemudian saya tertawa, bagaimana keputusan saya menjadi Apoteker membatasi waktu belajar saya mempelajari seni dan budaya, sesekali perasaan sesal itu ada, namun pikiran itu hanya sebentar, pikiran saya kembali kepada teater. Pemain-pemain teater-teater dalam season ini masih berumur 12-15 tahun, namun terlihat terampil, bagaimana mereka berperan dan memainkan serangkaian musik karawitan. Ceritanya cukup sederhana, tidak ada yang "wah" kecuali mengingatkan saya kembali kepada kisah Roro Jonggrang.
teater 1 : Roro Jonggrang |
Pertunjukan selesai, Ani harus kembali mengajar, sementara saya menjemput Eka untuk menonton teater yang paling saya tunggu-tunggu, teater pandu. Sebelum berpisah kami menghabiskan waktu berdua menikmati jajanan tradisional palembang sebentar. Saya dan eka menunggu pertunjukkan lumayan lama dari persiapan, sekitar pukul 20.30 teater baru dimulai, itu berarti kita menghabiskan waktu untuk menunggu sekitar 90 menit, dan timbul harapan di hati saya teater pandu ini akan berkesan, saya yang telah memasuki tahap dewasa sehingga standart penilaian saya terhadap konsep teater sangat tinggi, atau memang konsepnya yang terlalu "semrawut" ya. Konsep dalam teater kedua menceritakan tentang Joko Tarup modern vs tradisional tanpa konsep yang jelas. Saya cukup kecewa dengan penampilan teater pandu karena benar-benar diluar ekspektasi saya, walaupun yah nilainya 80 untuk pembukaannya. Rasa kecewa saya tidak berlangsung lama, karena saya menyadari mereka mempersiapkan semua ini sangat singkat dan penuh semangat. Tidak semua mengecewakan juga karena, saya cukup kangen dengan SMA saya melihat beberapa pemain menggunakan seragam SMABA, saya juga merasa kangen dengan beberapa pemikiran 'alay" saya pada masa tersebut, saya seperti bisa merasakan bagaimana pola pikir mereka waktu itu ")
dalang bertemu dengan Joko Tarup modern |
seragam SMA ") |
sutradara dan dalang |
penutupan teater season 2 |
and WOHOOOOW, I've never imagined before, if at the end of the show (teatre 3), i got infected by Theatre Goeboeg. Saya merasa benar-benar masuk ke dalam sebuah teater murni, dimana sajak-sajak puisi di transformasi menjadi cerita pertunjukan. Selain kentalnya seni tentu saya dapat merasakan pelajaran-pelajaran dalam setiap baitnya, kekuatan emosi para pemain-pemainnya, dan benar-benar bisa merasakan konsep dari teater itu sendiri "ketika catatan Tuhan penuh dengan coretan". Well, it's no doubt going to be an emotional rollercoaster but one that thankfully has a happy world theatre day 2017. ")