Walaupun aku masih berada dalam taman kacang merah,
ternyata aku masih dapat menemui senja disini. Satu hari tanpa senja itu
seperti kehilangan mahkota dandelion. Senja disini mewakili beberapa rasa,
mewakili selipan buku tersembunyi. Bagaimana jika dalam buku yang kau tulis
rapi, ternyata ada satu lembar kertas yang terselip. Mirip seseorang tak
terprediksi dalam suatu cerita. Kertas itu sadar ada dalam sebuah buku, begitu
juga pemeran tersembunyi itu. Dia sadar melangkah dalam ceritamu tapi kamu tak
pernah menyadari kehadirannya. Dia bersembunyi disetiap pohon-pohon bakau,
dibalik tirai gandum, dibawah bukit berbintang, disetiap untai ilalang,
mengalir bersama air hujan tak terlihat. Dia memperhatikanmu, dia mengerti
dirimu tanpa diminta. Selipan kertas tersebut terlalu banyak diskip dalam
sebuah cerita, meninggalkan kesan tersendiri bagi akhir cerita.
Sore itu bersama kacang-kacang merah Tuhan, aku
mempunyai satu permainan. Seperti memori kristal salju. Aku genggam kristal itu
dan kututup mataku. Tuhan pernah mengenalkanku dengan makhluk yang sangat
menyayangiNya. Selayaknya rumput-rumput biru disepanjang perjalanan, aku
belajar dari sikap baiknya. Dia itu bukan rumput biru, tapi rumput ungu, aku
bisa merasakan sikapnya berbeda kepadaku, namun aku selalu mengatakan itu
rumput, aku tidak pernah memperjelas “biru” atau “ungu”. Aku tidak memperjelas
karena aku tahu ada seseorang yang lebih pantas akan kesetiaannya kepada rumput
ungu. Aku tahu kertas yang terselip hanya pantas untuk orang yang memperhatikan
setiap lembar bukunya, bukan orang sepertiku yang jarang memilah setiap kertas
yang terselip.
Maka bagaimana kalau Tuhan mulai menumbuhkan kasih
sayang itu? Kasih sayang itu mulai bertumbuh ketika hanya rumput ungu yang
tersenyum ketika kau bernyanyi diantara semua rumput-rumput, menemani lelahnya
malammu dalam proyekmu, menghargai setiap tindakanmu, menunggu ramuan
terbaikmu,, maka mintalah Tuhan menjaga kasih sayangmu karena hanya Dia yang
Maha membolak-balikan perasaan.