drama rumah sakit
07.57
Saya memasuki dunia kerja pada akhir tahun 2015, hari 14 bulan Desember. Dalam menjalankan profesi sebagai seorang apoteker berbagai tawaran pekerjaan dihadapkan di depan saya. Pilihan ini dan pilihan itu. Saya bukan termasuk tipikal orang 'rumit' dalam membuat keputusan memilih. Tentu saya memilih tempat kerja dimana saya segera dapat bekerja dan rumah sakit adalah hasil keputusan saya. Pertama kali mengawali pekerjaan saya, saya berfikir akan dibutuhkan banyak sekali "pembelajaran ulang". Bulan demi bulan berlalu, saya mendapatkan kesimpulan berketerbalikan. Dalam waktu tiga bulan saya dapat menguasai 'kebiasan pekerjaan' di rumah sakit. Mengapa saya mengatakan 'kebiasaan pekerjaan' karena sama sekali tidak di perlukan 'pemikiran lebih' dalam menjalankan pekerjaan. Saya sangat bisa dengan mudah menebak diagnosa apa pada pasien, kemudian terapinya apa, kemudian berapa hari mereka dirawat, dan kemudian kemudian lainnya. Saya merasa 'terapinya begitu-begitu saja'. Saya merasa lapangan tidak sesusah kuliah saya. Saya merasa sebenarnya 'pasien' bisa mendapatkan lebih dari apa yang telah mereka dapatkan. Saya juga merasa saya, para dokter, para perawat sebenernya bisa memberikan 'lebih' dari pada apa yang telah kita berikan selama ini. Saya menyemangati diri saya setiap saya melakukan pekerjaan saya. Saya berusaha melakukan 'lebih' untuk pasien saya. Namun ternyata ini bukan hanya tentang saya, tetapi juga tentang lingkungan dimana saya bekerja. Semakin saya melakukan lebih, namun lingkungan saya tidak, disana saya merasa tidak ada perubahan berarti terhadap tindakan saya. Kemudian saya membalik idealisme saya, saya mencoba menjadi orang biasa saja, mengikuti 'drama' lingkungan saya, dan saya semakin merasa kosong.
0 komentar